Senin, 13 Juni 2011

Nuh as.

Di dalam Alquran usia Nabi Nuh as. telah disebut 950 tahun. Bible mengatakan 952 tahun. Sukar sekali menetapkan tanggal yang pasti untuk mengetahui kapan dan berapa lama hidup nabi-nabi zaman purba, seperti Nabi Nuh as., Nabi Hud as., Nabi Shaleh as., dan nabi-nabi lain-nya. “Tidak ada yang mengetahu imereka kecuali Allah swt.,” kata Alquran (14:10). Masa sembilan ratus lima puluh, agaknya bukan waktu hidup nabi Nuh as. dalam jasad pribadinya. Agaknya masa itu masa berlakunya syariat beliau. Oleh karena itu, agaknya masa itu menjangkau pertama-tama sampai masa kenabian Nabi Ibrahim as., sebab Nabi Ibrahim as. “adalah dari golongannya” (37:84) dan kemudian menjangkau sampai masa Nabi Yusuf as. dan kemudian bahkan menurun sampai masa Nabi Musa as.. Sungguh pada hakukatnya usia seorang nabi adalah selama masa berlakunya syariat dan ajarannya. Dalam menggambarkan batas usia Nabi Nuh as., dua patah kata, sanah dan ‘am, yang dipergunakan. Kalau arti akar kata sanah mengandung pengertian buruk, maka arti akar kata ‘am mempunyai pengertian baik. Agaknya lima puluh tahun permulaan usia Nabi Nuh as. merupakan tahun-tahun kemajuan dan peningkatan kehidupan ruhani kaum, dan sesudah itu datanglah masa kemerosotan dan kemunduran akhlak, dan kaum beliau lambat-laun menjadi rusak akhlaknya , sehingga kemunduran mereka menjadi genap dalam sembilan ratus tahun.

bahwa selain keturunan Nabi Nuh as. juga keturunan orang-orang mukmin yang ada bersama beliau dalam bahtera itu diselamatkan dari air bah dan mereka itu memperoleh kesejahteraan dan berkembang biak. Para sarjana sekarang mendukung pendapat, bahwa kebanyakan penduduk bumi ini adalah keturunan Nabi Nuh as.

Cerita mengenai air bah itu, dengan beberapa corak yang berbeda, terdapat dalam riwayat dan kepustakaan berbagai negeri (Enc, Rel. & Eth. ; Enc. Brit. pada kata “Deluge”). Malape taka itu agaknya terjadi di sekitar masa terbitnya peradaban manusia.

Merupakan kenyatan sejarah yang terkenal, bahwa bilamana suatu kaum yang agak lebih maju dalam kebudayaan dan peradaban, datang menetap di suatu daerah, mereka memusnakan atau sangat melemahkan penduduk daerah yang peradabannya terbelakang .Jadi agaknya ketika keturunan Nuh as. dan keturunan pada sahabat beliau, yang merupakan pembina peradaban manusia, menyabar ke daerah-daerah lain, dan karena mereka lebih besar kekuatannya daripada penghuni yang sudah ada di sana, merek melenyapkan penghuni yang sudah ada itu atau melebur mereka. Dengan demikian, niscayalah mereka tetap memasukkan ke dalam semua daerah yamg mereka taklukkan itu adat dan kebiasaan mereka sendiri ; dan sebagai akibatnya, ceritera mengenai air bah itu dengan sendirinya masuk pula ke daerah-daerah lain. Tetapi dengan berlalunya waktu, para pendatang itu terputus perhubungannya dengan tanah air mereka sendiri yang semula, dan sebagai akibatnya bencana itu dipandang sebagai kejadian setempat, dengan membawa akibat nama-nama orang dan tempat di daerah itu menggatikan nama-nama aslinya. Maka dengan demikian peristiwa air bah itu bukanlah suatu malapetaka yang melanda seluruh bumi ; dan juga ceritera-ceritera yang berasal dari berbagai daerah itu hendaknya jangan dipandang mengisyaratkan kepada peristiwa-peristiwa air bah yang masing-masing terjadi secara terpisah.

Pegunungan Al-Judi, menurut Yaqut al-Hamwi, merupakan rangkaian gunung pada sebelah timur sungai Tigris (Dajlah) di propinsi Mosul (Mu’jam). Menurut Sale “Al-Judi” adalah salah sebuah dari gunung-gunung yang di selatan memisahkan Armenia dari Meso potamia dan dari bagian Assiria yang didiami oleh kaum Kurdi, yang darinya gunung itu memperoleh nama kardu atau Gardu, tetapi orang-orang Yunani mengubahnya menjadi Gordyoei … Riwayat yang menyatakan bahwa bahtera itu telah terdampar dan ber sarang di gunung itu tentu sangat tua, karena hal itu merupakan riwayat turun-temurun kaum Chldea sendiri (Borosus, apud Yosef, Antiq …. ).

Reruntuhan bahtera itu dapat disaksikan di sana di zaman Epiphanius …. dan kepada kita diceritakan, bahwa Kaisar Heraclius berangkat dari kota Thamanin ke gunung Al-Judi dan mengunjungi tempat bahtera itu. Di sana dahulu ada pula sebuah biara terkenal yang disebut “Biara Bahtera”. Di atas salah sebuah dari pegunungan itu kaum Nestoria lazim merayakan hari raya di tempat yang menurut prasangkaan mereka bahtera itu bersandar, tetapi pada tahun 776 Masehi biara itu hancur karena petir” (Sale, hlm, 179, 180) ….. “Judi adalah gugusan gunung tinggi di distrik Bohtan, kira-kira 25 mil di timur laut Jazirah Ibn Umar pada posisi 37°30’ LU (lintang utara). Judi men dapat kemasyhuran itu dari sejarah Mesopotamia, yang disebut sebagai tempat di mana Bahtera Nuh itu telah bersandar dan bukan gunung Ararat …. Keterangan-ketera ngan dari kitab-kitab suci yang lebih tua menetapkan gunung yang sekarang disebut Judi itu, atau menurut sumber-sumber Kristen, pegunungan Ordyene – sebagai tempat terdamparnya bahtera Nuh” (Enc. of Islam, jilid I hlm, 1059). Sejarah Babil pun mene tapkanletaknya gunung Al-Judi itu di Amenia (Jew. Enc. pada “Ararat”) dan Bible mengakui, bahwa Babil adalah tempat keturunan beliau as. pernah tinggal (Kejadian 11:9).

tempat Nabi nuh as. tinggal, dikelilingi oleh pegunungan. Kata jabal yang dipakai sebagai nama jenis (dan bukanlah al-jabal ) menunjuk kepada kenyataan, bahwa ada rangkaian gunung yang pada salah sebuah di antaranya anak Nabi Nuhas. mungkin telah mencari perlindungan. Pada hakikat nya, daerah itu agaknya suatu lembah dengan gunung-gunung menjulang di sekitarnya. Bahwa daerah demikian menjadi cepat tergenang air karena hujan lebat, bukan merupakan suatu hal yang luar biasa.

Nabi-nabi Allah sarat dengan nilai-nilai kebijakan manusiawi. Doa Nabi Nuh a.s. menunjukkan bahwa perlawanan terhadap beliau tentu berlangsung sangat lama, gigih, dan tidak kunjung berkurang, dan bahwa segala usaha beliau membawa kaum beliau kepada jalan lurus telah kandas dan gagal serta tidak ada kemungkinan yang tinggal untuk penambahan lebih lanjut jumlah pengikut yang kecil itu. dan pula bahwa para penentang beliau telah melampaui batas-batas ynag wajar dalam menentang dan menganiaya beliau dengan para pengikut beliau, dan dalam berkecimpung di dalam perbuatan-perbuatan jahat. Keadaan telah begitu jauh sehingga seorang yang begitu berpembawaan kasih sayang seperti Nabi nuh a.s. terpaksa mendoa buruk untuk kaum beliau.bukan atas kehendak sendiri, malainkan Tuhan-lah Yang menghendaki supaya beliau berbuat demikian.

Nabi Nuh as. meletakkan dasar-dasar peradaban manusia ; dan telah menjadi kenyataan sejarah yang kuat bahwa dengan kemajuan sesuatu kaum dalam peradaban, jumlah mereka cenderung bertambah, dan sebagai ekornya terjadilah suatu kemunduran dalam jumlah warga masyarakat yang lebih rendah peradabannya yang tinggal bersama mereka di daerah- daerah sama atau di sekitarnya. Karena keturunan Nabi Nuh as. lebih tinggi peradabannya dan karena lebih banyak memiliki sumber-sumber kebendaan, agaknya mereka telah menyebar ke daerah-daerah lain dan menundukkan kaum-kaum yang peradabannya lebih rendah dan mereka ini dalam perjalanan masa melebur diri ke dalam mereka lalu karena itu mereka ini menjadi punah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar

Ahmadiyah