Rabu, 15 Juni 2011

MUKJIZAT PARA NABI SESUAI KONDISI YANG BERLAKU  

      Sejarah yang benar merupakan guru yang baik. Dari sejarah itu diketahui bahwa mukjizat-mukjizat setiap nabi tampil dalam bentuk  yang memang sedang masyhur dan hangat pada zamannya. Di masa Hadhrat Musa sihir memang sedang sangat popular, karena utu mukjizat yang dianugerahkan kepada beliau adalah beliau telah mengalahkan sihir orang-orang sesat itu.
      Ada pun di masa Nabi Karim saw. yang sedang popular adalah masalah kefasihan dan balaghah, karena itu beliau saw. memperoleh Quran Karim, yang juga merupakan suatu mukjizat dalam cora. Corak demikian dipakai karena para penyair dianggap sebagai orang-orang yang melontarkan uraian-­uraian yang menyihir, dan lidah (ucapan)  mereka begitu berpengaruhnya, schingga apa saja yang mereka inginkan langsung mereka dapatkan melalui pembacaan syair-syai.
      Sebagaimana pada zaman sekarang ini orang-orang Inggris menggunakan terompet untuk mendorong gejolak semangat, maka pada masa itu para penyair ini memiliki lidah (ucapan) yang menimbulkan keberanian dan gejolak semangat. dalam setiap serangan mereka menggunakan syair, dan mereka menggenapi apa yang difirmankan, “Fii kulli waadiy yahiimun (mereka mengembara pada tiap-tiap lembah” -  (Asy-Syu'ara, 226).
     iOleh karena itu pada waktu itu penting agar Allah Ta’ala mengirim Kalaam-Nya. Jadi, Allah Ta’ala telah mengirim Kalaam-Nya, dan dalam bentuk itulah Dia memperlihatkan mukjizat-Nya. Kepada orang-orang itu dikatakan, “Inkuntum fii raybim mimmaa nazzalna ‘alaa ‘abdinaa fa-tu bishuuratin min mitslihhi  -- “jika kalian dalam keraguan terhadap apa yang Kami turunkan kepada haba Kami maka datangkalkah satu surah yang semisalnya...” (Al-Baqarah, 24).. Yakni, kalian yang berbangga diri dan sombong atas bahasa (upakan) kalian, jika kalian memiliki kemampuan dan keberanian, maka perlihatkanlah kalaam  (ucapan) yang mengalahkan mukjizat kalaam ini.”
     iNamun walaupun demikian orang-orang itu mengetahui bahwa mereka akan kalah dan terhina, khususnya dalam kondisi ketika ditantang sepertri itu mereka sama sekali  tidak akan mampu membuatnya. ternyata tetap saja mereka tidak mampu membuatnya. Jika mereka ada membuat sesuatu dan mereka paparkan, tentu sejarah yang  benar memberikan kesaksian akan hal itu.  Namun, tidak ada yang dapat membuktikan bahwa ada seseorang yang berhasil membuatnya. Jadi, Allah Ta’ala telah memperlihatkan mukjizat dalam corak demikian pada waktu itu.
 Demikian pula di kalangan orang-orang Yahudi terdapat resep untuk melenyapkan penyakit-penyakit [melalui cara-cara non-medis – pent.] Di kalangan orang-orang Hindu juga ada, di kalangan orang-orang Kristen pun ada. Bahkan di kalangan orang-orang Inggris pada masa sekarang ilmu tersebut sangat maju. Namun hal itu tidak membuktikan kenabian, dan tidak pula hal itu berkaitan dengan kenabian , sebab hal itu timbul berdasarkan hanya pada latihan. dan setiap orang yang berlatih – apakah dia itu seorang Hindu atau Muslim, Kristen atau atheis, ringkasnya siapa          saja – dapat menimbulkan kemahiran tersebut melalui latihan. Oleh karena itu pengobatan penyakit-penyakit [seperti itu tidak ada hubungannya dengan kenabian , melainkan itu adalah suatu hal yang umuj.
Jadi, dikarenakan hal itu sangat popular di  masa Hadhrat Masih maka Allah Ta’ala telah memberikan mukjizat dalam corak demikian kepada Hadhrat .Masih. Kemampuan ini terdapat di dalam diri setiap insan, yakni untuk mengerahkan konsentrasi. Dengan berkonsentrasi maka sesuatu [energi] akan bangkit di dalam kalbunya.  Almasih mengatakan, "Siapa pula yang telah menyentuhku, sehingga kekuatanku menjadi hilang?" Itu jugalah yang dikatakan oleh orang-orang yang mempraktekkan  penyembuhan penyakit dengan cara demikian.
Ringkasnya, mukjizat-mukjizat Al-Masih dengan tampil dalam corak demikian menjadi sangat lemah dan tidak berbobot. Selain itu terdapat sebuah kritikan besar terhadap mukjizat-mukjizat Al-Masih, yakni di dalam Injil tertulis bahwa di sana terdapat sebuah kolam (Beteshda – pent.], dimana orang-orang menantikan saat airnya berguncang. [Berdasarkan kepercayaan di sana siapa saja yang masuk ke dalam kolam tersebut maka seluruh penyakitnya akan sembuh, sehingga  hal itu mengurangi bobot mukjizat Al-Masih  –pent.). (Malfuzat, jld. III, hlm. 172-173).

(173-180)

MARAH & SABAR

      “Orang-orang  ini mencaci-maki saya, namun saya tidak mempedulikan caci-makian mereka, dan tidak pula saya menyesali mereka, sebab dalam pertandingan ini mereka telah kalah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan kekalahan serta ketaklukkan mereka kecuali dengan mencaci-maki, melontarkan fatwa kafir, mengada-adakan  perkara tuduhan palsu di pengadilan  serta melontarkan berbagai macam kedustaan dan kebohongan. Silakan mereka menggunakan segenap kekuatan mereka untuk melawan saya, dan saksikanlah, akhirnya keputusan berpihak kepada siapa?
      Jika saya melayani caci-makian mereka, maka tugas utama yang telah diserahkan Allah Ta’ala kepada saya akan terbengkalai. Oleh karena itu dalam kondisi saya tidak mempedulikan caci-makian mereka, saya menasihatkan kepada Jemaat saya adalah tepat apa mendengar caci-makian orang-orang itu dan menehan diri. Sekali-kali jangan membalas mereka itu dengan cacian  juga, sebab dengan cara demikian keberkatan akan hilang. Perlihatkanlaha kesabaran dan ketabahan, serta tampilkanlah akhlak-akhlak  kalian.
      Ingatlah dengan pasti, antara akal dan emosi terdapat permusuhan yang berbahaya. Apabila emosi dan  kemarahan timbul maka akal tidak akan dapat berdiri tegak. Namun orang yang berlaku sabar dan memperlihatkan suri teladan menahan diri, kepadanya dianugerahkan sebuah nur (cahaya), yang darinya akal di dalam akal orang itu timbul suatu cahaya baru, kemudian dari nur itu akan timbul nur (cahaya) lain. Sebaliknya, dalam kondisi emosi dan marah, dikarenakan kalbu dan otak menjadi gelap, maka dari kegelapan itu akan timbul lagi kegelapan.” (Malfuzat, jld. III, hlm. 180).


(180-182)


 DEFINISI MUSLIM SEJATI

     “Muslim adalah seseorang yang  mewakafkan dan menyerahkan segenap wujudnya untuk meraih keridhaan Allah Ta’ala. Dan secara akidah maupun amal, maksud dan tujuannya hanyalah keridhaan serta kesenangan Allah Taala. Dan segenap kebaikan serta amal-amal salih yang timbul darinya tidak muncul karena terpaksa, melainkan di dalamnya terdapat daya magnetis kelezatan serta. kenikmatan, yaitu yang mengubah segala macam penderitaan menjadi kenyamanan. 
      Muslim sejati mencintai Allah Ta’ala, dengan menyatakan dan mengimani bahwa, “Dia itu merupakan Kekasih-ku, Pecinta dan Muhsin-ku”, oleh karenanya ia meletakkan kepalanya di singgasana Ilahi. Bagi seorang Muslim sejati, jika dikatakan bahwa dia tidak akan mendapatkan apa pun sebagai imbalan amal-amal tersebut – tidak akan memperoleh surga, dan tidak pula neraka, tidak akan memperoleh ketentraman dan tidak pula kelezatan – maka dia sama-sekali tidak dapat meninggalkan amal-amal salihnya itu serta tidak dapat menanggalkan kecintaannya terhadap Ilahi tersebut,  sebab kefanaant dalam melakukan ibadah-ibadah kepada-Nya, dalam menjalin hubungan hubungan dengan-Nya,  dalam melakukan kesetiaan dan ketaatan terhadap-Nya, tidaklah bertumpu pada dasar imbalan, ganjaran atau pun harapan tertentu, melainkan dia menganggap bahwa pada hakikatnya  wujudnya itu telah diciptakan untuk mengenal Allah Ta’ala, untuk mencintai-Nya, dan untuk taat kepada­-Nya. Tidak ada maksud dan tujuan lain baginya kecuali itu.           
Oleh karenanya, tatkala [Muslim sejati] itu mengerahkan kemampuan-kemampuan anugerah Ilahi yang dimiliukinya, untuk maksud dan tujuan tersebut  maka yang tampak olehnya hanyalah Wajah Kekasih Hakiki-nya itu.  Pada dasarnya, pandangannya tidak tertuju pada sura dan neraka.
Saya mengatakan, jika kepada saya ditanamkan keyakinan akan hal ini, bahwa dengan menjalin kecintaan terhadap Allah Ta’ala, dan dengan mentaat-Nya saya akan dijatuhi hukuman yang seberat-beratnya, maka dengan bersumpah saya mengatakan, bahwa fitrat saya berada dalam kondisi dimana ia siap untuk ituntuk menanggung penderitaan-penderitaan dan segenap bala tersebut dengan gejolak dan semangat suatu kelezatan serta kecintaan. Dan dalam kondisi adanya keyakinan demikian, yang ditampilkan dalam bentuk azab dan penderitaan, maka mengayunkan satu langkah keluar dari ketaatan dan dari kesetiaan terhadap Allah, saya anggap lebih buruk daripada ribuan kematian, bahkan lebih buruk dari kematian yang tak terhitung banyaknya. Dan langkah keluar seperti itu saya nyatakan sebagai kedukaan serta bala-bencana.
      Hal itu sama saja seperti seorang raja yang mengumumkan  bahwa jika ada ibu yang berhenti menyusui anaknya maka raja akan senang kepadanya dan akan memberikan hadiah, maka seorang ibu tidak akan pernah mampu melakukan hal itu. Yakni, karena tergoda oleh hadiah tersebut dia rela membunuh anaknya sendiri.
      Demikian pula bagi seorang Muslim sejati, keluar dari perintah Allah dia yakini sebagai suatu kebinasaan (kematian). Tidak peduli, walau pun untuk melakukan keingkaran itu kepadanya dijanjikan kenyamanan dan kesenangan yang tak terhingga sekali pun.” (Malfuzat, jld. III, hlm. 182-183).


  KECINTAAN SERTA KETAATAN TERHADAP ALLAH

       Jadi, untuk menjadi Muslim sejati adalah mutlak agar meraih fitra semacam ini, yakni kecintaan dan ketaatan terhadap Allah Ta’ala jangan dilandaskan pada rasa takut dan harapan terhadap suatu ganjaran pahala dan  hukuman, melainkan jadikanlah [kecintaan dan ketaatan] itu sebagai bagian dari fitrat, barulah kecintaan itu dengan sendirinya akan menciptakan suatu surga baginya. Dan itulah yang merupakan surga hakiki. Tidak ada orang yang dapat masuk ke  dalam surga selama dia belum menempuh jalan ini.
     Oleh karena itu saya mengajarkan kepada kalian yang menjalin hubungan dengan saya agar masuk melalui jalan itu, sebab itulah jalan sejati menuju surga.” (Malfuzat, jld. III, hlm. 183).


AIR  KEHIDUPAN ABADI

iSaya katakana dengan sebenarnya, ini adalah suatu kesempatan yang telah diciptakan  oleh Allah Ta’ala untuk orang-orang yang beruntung. Selamatlah mereka yang mengambil manfaat dari ini. Kalian yang telah menjalin hubungan dengan saya, jangan sekali-kali kalian merasa sombong, bahwa apa yang dahulu harus kalian temukan ternyata kini sudah kalian dapatkan.
      Ini memang benar, bahwa kalian jauh lebih beruntung dibanding para pengingkar yang telah membuat Allah murka karena penghinaan dan pengingkaran keras yang mereka lakukan. Dan ini pun memang benar bahwa kalian dengan prasangka baik telah berusaha menghindarkan diri kalian dari kemurkaan Allah Ta’ala.  Namun yang benar adalah kalian telah sampai ke dekat mata air itu, yang saat ini telah diciptakan oleh Allah Ta’ala untuk kehidupan abadi.Ya, sekarang yang tersisa tinggal meminum air saja lagi.
       Oleh karena itu, dengan karunia dan berkat dari Allah Ta’ala, mintalah taufik supaya Dia mengenyangkan kalian, sebab   tanpa Allah Ta’ala, segala sesuatu tidak dapat berlangsung. Saya mengetahui  dengan pasti, siapa saja yang akan minum dari mata air ini dia tidak akan binasa, sebab air ini memberi kehidupan dan menyelamatkan dari kebinasaan serta melindungi dari serangan-serangan syaitan/
        Bagaimana caranya agar kenyang [meminum] dari mata air ini? Caranya adalah kedua hak yang telah ditegakkan Allah Ta’ala atas diri kalian laksanakan dan bayarlah sepenuhnya. Satu di antaranya adalah hak Allah, dan yang kedua adalah hak makhluk. Yakinilah Tuhan  kalian itu Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, sebagaimana kalian            mengikrarkannya melalui Syahadat, “Asyhadu anlaa ilaaha illallaahu” yakni “aku bersaksi bahwa selain Allah tidak ada mahbub (yang dicintai) mah..... (yang kepada-Nya dipanjatkan permohonan), dan Wujud yang ditaati. Ini adalah sebuah kalimat yang begitu indah, apabila diajarkan kepada orang-orang Yahudi, Kristen maupun para penyembah berhala lainnya, dan mereka memahami kalimat ini maka sama-sekali mereka tidak akan hancur dan binasa. Dikarenakan tidak adanya satu kalimat ini sajalah maka kebinasaan dan petaka telah menimpa mereka, dan ruh mereka membusuk lalu hancur” (Malfuzat, jld III, hlm. 84-185).

(185-188)


KECINTAAN KEPADA ALLAH

      ”Apa arti cinta kepada  Allah? Artinya adalah, mendahulukan keridhaan Allah Taala atas kedua orang tua, atas suami (istri), atas anak keturunan, atas diri sendiri, ringkasnya  atas segala sesuatu. Di dalam Quran Syarif tertera,  "Fadzkurullaaha kadzikrikum aabaaukum aw asyyaada dzikra -  Yakni berzikirlah (ingatlah) kepada Allah sebagaimana kalian biasa mengenang bapak-bapak kalian, atau berzikirlah (ingatlah) lebih hebat lagi daripada itu, dan ingatlah [Allah] dengan kecintaan yang sangat mendalam (Al-Baqarah, 201).
      Di sini ada hal yang perlu direnungkan dalam-dalam. Allah Ta’ala tidak mengajarkan supaya kalian membiasakan diri menyebut Allah sebagai bapak, melainkan ini diajarkan demikian supaya jangan tergelincir seperti yang dialami orang-orang Kristen, dan janganlah panggil Allah sebagai bapak.
      Kalau ada yang mengatakan, “Berarti kecintaan [kepada Allah] itu lebih rendah daripada kecintaan terhadap bapak",  maka untuk menangkal kritikan itu telah disebutkan “aw asyaaddu dzikra” (atau ingatlah lebih hebat  dari itu). Jika tidak ada kalimat “aw asyaaddu dzikra” maka kritikan tersebut akan berlaku. Namun kini masalah  itu telah dipecahkan oleh kalimat tersebut....
     Beberapa kata (kalimat) tampil sebagai cobaan. Allah Ta’ala memang sudah memutuskan untuk memberi cobaan kepada orang-orang Nasrani, oleh karena itu di dalam kitab-kitab mereka hal itu  sudah menjadi istilah para nabi. Namun dikarenakan Dia itu Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui, oleh sebab itu sejak sebelumnya pun kata "bapak" tersebut telah banyak digunakan.
      Tetapi merupakan kesialan kaum Nasrani, yakni tatkala Al-Masih menggunakan kata itu maka mereka mengartikannya dalam makna yang sebenarnya dan mereka telah tergelincir, padahal Al-Masih mengatakan, "Di dalam kitab-kitab kalian tertulis bahwa kalian adalah ilah."  Beliau ingin menghapus syirik itu, dan beliau ingin memberi pemahaman kepada mereka, namun orang-orang bodoh itu tidak peduli. Dan walaupun ada ajaran beliau ini  mereka tetap saja menyatakan diri beliau sebagai “anak Tuhan”.
     Orang-orang Yahudi juga mengalami cobaan semacam itu. Dikarenakan mereka merupakan kaum yang nyinyir maka atas permintaan mereka  diturunkanlah manna dan salwa, sebab [makanan] itu merupakan pendahuluan dari merebaknya wabah pes. Dan dikarenakan  Allah Ta’ala mengetahui bahwa mereka akan melampaui batas dan hukuman bagi mereka adalah wabah pes, oleh sebab itu sejak sebelumnya bahan-bahan itu telah diturunkan.” (Malfuzat, jld. III, hlm. 188).


 JEMAAT DAN PENGENALAN TAUHID


       ”Saya kembali ke tujuan semula, yakni untuk menegakkan Tauhid sejati adalah mutlak bagi kalian agar sepenuhnya mencintai Allah Ta’ala. Dan kecintaan ini tidak dapat terbukti selama belum sepenuhnya ditampilkan secara amalan. Kecintaan ini tidak dapat terbukti hanya melalui lidah saja. Jika ada yang terus menerus hanya menyebut gula maka hal itu tidak akan pernah membuat manis. Atau, jika ada yang menyatakan dan  mengikrarkan persahabatan dengan seseorang, tetapi pada waktu terjadi musibah dan kesulitan dia menghindarkan diri serta menarik diri tidak mau menolong sahabatnya itu, maka dia tidak dapat dinyatakan sebagai sahabat sejati.
     Demikian juga jika Tauhid itu dilakukan hanya melalui lidah saja, dan penyataan cinta terhadap-Nya juga dilakukan melalui lidah semata maka sedikit pun tidak berguna. Justru pernyataan lidah itu menghendaki porsi amalan yang lebih besar. Tetapi tidak pula berarti bahwa pernyataan lidah itu tidak bermakna apa-apa. Tidak demikian. Maksud saya adalah bahwa beriringan dengan penyataan lidah adalah mutlak pembuktian  secara amalan.
     Untuk itu adalah penting kalian mewakafkan hidup kalian di jalan Allah, dan inilah Islam. Inilah tujuan yang untuknya saya telah diutus. Jadi, barangsiapa yang saat ini tidak datang mendekat ke mata air ini  -- yakni mata air yang untuk tujuan itulah telah dialirkan oleh Allah Ta’ala --  pasti dia akan tetap mahrum (luput). Jika ada yang harus diambil dan ingin mencapai tujuan, maka si pencari sejati itu hendaknya mendekat ke arah mata air ini. Langkahkan kaki ke depan, dan letakkanlah mulut di tepi mata air yang mengalir ini. Dan hal ini tidak dapat terjadi selama [seseorang itu] belum menanggalkan jubah-jubah wujud-wujug ghairullah (selain Allah) di hadapan Allah Ta’ala, lalu merebahkan diri di hadapan gerbah Rabbubiyyat, kemudian berjanji bahwa walaupun tujuan-tujuan dunia terlepas dari tangan, dan gunung bala bencana meletus, tetap tidak akan meninggalkan Allah Ta’ala serta dia senantiasa siap sedia untuk melakukan segala macam pengorbanan di jalan Allah Ta’ala.” (Malfuzat, jld. III, hlm. 188-189).


(189-193)

MENDAHULUKAN AGAMA DARIPADA DUNIA 

      ”Perhatikan, ada dua macam orang. Pertama mereka yang menerima Islam lalu sibuk dalam urusan-urusan dunia dan perniagaan. Setan menunggangi kepala mereka. Bukan maksud saya bahwa berniaga itu dilarang. Tidak demikian, para sahabat juga dahulu melakukan perniagaan, namun mereka selalu mendahulukan agama daripada dunia.
      Mereka telah menerima Islam maka mereka telah meraih ilmu sejati mengenai Islam, yang telah memenuhi kalbu mereka dengan keyakinan.  Itulah sebabnya mereka tidak pernah gentar terhadap serangan setan di medan mana pun. Tidak ada satu perkara pun yang dapat menghambat mereka menzahirkan kebenaran. Maksud saya di sini hanyalah, mereka yang benar-benar menjadi hamba dan budak dunia – seolah-olah mereka penyembah dunia --  maka orang-­orang yang semacam itu dikuasai dan dikendalikan oleh setan.
      Orang yang kedua, adalah mereka yang terus menerus mengolah pikiran untuk kemajuan agama. Inilah golongan yang disebut Hizbullaah (golongan Allah), dan golongan ini memperoleh kemenangan atas setan serta lasykarnya.
     Dikarenakan harta bertambah melalui perniagaan, karena itu Allah Ta’ala juga telah menyatakan keinginan mencari agama dan keinginan memanjukan agama itu sebagai suatu perniagaan. Demikianlah difirmankan, “Hal adullukum ‘alaa tijaaratin min ‘adzaabin aliim (“ maukah Aku tunjukkan kepada kamu suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? – Ash-Shaf, 11).  Perniagaan yang paling baik adalah agama, yang menyelamatkan manusia dari azab yang pedih.
     Jadi, saya juga mengatakan kepada kalian dengan menggunakan firman Allah Ta’ala ini,  Hal adullukum ‘alaa tijaaratin min ‘adzaabin aliim (“ maukah Aku tunjukkan kepada kamu suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? – Ash-Shaf, 11). (Malfuzat, jld. III, hlm. 193-194).



  BERTANYA UNTUK MENCARI ILMU

      ”Saya lebih banyak berharap pada orang yang tidak mengurangi kemajuan agama serta kesenangan terhadap agama. Seseorang yang mengurangi kesenangan tersebut, saya takut jangan-jangan dia akan dikuasai oleh setan. Oleh karena itu hendaknya jangan sekali-kali malas. Setiap masalah yang tidak dipahami hendaknya ditanyakan supaya pengetahuan semakin bertambah.
        Bertanya bukanlah sesuatu yang diharamkan. Dalam kondisi menolak sekalipun, hendaknya bertanya, dan juga untuk kemajuan dalam hal amalan. Seseorang yang ingin meraih kemajuan di bidang ilmu dia hendaknya  membaca Quran Syarif dengan penuh perhatian. Di manq saja dia tidak mengerti, tanyakanlah. Jika beberapa makrifat tidak dapat dipahami maka tanyakan pada yang lain, lalu beri manfaat.” (Malfuzat, jld. III, hlm. 194).


(194-199)


MANFAAT COBAAN DAN PENDERITAAN

      Jika Allah Ta’ala menghendaki maka Dia dapat meletakkan (menjadikan) manusia hanya dalam satu kondisi saja. Namun terdapat beberapa hikmah dan hal sedemikian rupa, sehingga beberapa waktu dan kondisi yang aneh-aneh mendatangi manusia. Salah satu di antaranya adalah kondisi duka dan sedih. Melalui kondisi yang beragamdan waktu-waktu yang berubah itu tampil qudrat-qudrat dan rahasia-rahasia Allah Ta’ala yang sangat menakjubkan...
      Orang-orang yang tidak mengalami kedukaan dan kesedihan di dunia ini, dan mereka menganggap diri mereka sangat beruntung serta sangat bahagia, mereka tidak mengenal dan tidak mengetahui tentang banyak sekali rahasia serta hakikat Allah Ta’ala.
     Permisalannya adalah seperti arak-anak murid di sekolah, beriringan dengan rangkaian pelajaran, terdapat waktu-waktu tertentu dimana mereka juga melakukan olah-raga. Maksud dan tujuan para pejabat pendidikan melalui olah-raga dan ketentuan-ketentuan yang diajarkan            itu bukanlah untuk mempersiapkan mereka guna menghadapi suatu perkelahian, dan tidak pula supaya mereka membuang-buang waktu dengan kegiatan tersebut, atau supaya supaya anak-anak menghabiskan waktu mereka dengan bermain, melainkan  hal yang sebenarnya adalah, bahwa anggota tubuh yang memerlukan gerakan jika sama sekali dibiarkan tidak berfungsi maka kekuatannya akan menurun dan sia-sia. Dengan cara [olah raga] itulah agota tubuh dipelihara dengan prima.
     Jelas, melalui olah-raga itu rasa derita dan letih yang dialami anggota tubuh terbukti menimbulkan kondisi prima dan sehat bagi anak-anak tersebut. Demikian pulalah di dalam fitrat kita juga berlangsung demikian, yakni ia juga menghendaki adanya penderitaan supaya menjadi prima. Oleh karena itu, ini merupakan karunia dan ihsan (kebaikan) Allah Taala, bahwa Dia kadang-kadang memasukkan manusia ke dalam cobaan-cobaan, dan cobaan itu meningkatkan rasa rela terhadap keridhaan Allah serta meningkatkan potensi-potensi sabar.
     Seseorang yang tidak yakin pada Allah, kondisinya adalah,  sedikit saja dia mengalami penderitaan maka dia langsung panic dan melihat bahwa di dalam bunuh diri terdapat kenyamanan. Namun upata kesempurnaan dan tarbiyat manusia menghendaki agar manusia mengalami cobaan-cobaan semacam itu, dan supaya keyakinannya terhadap Allah jadi meningkat.” (Malfuzat, jld III, hlm. 199-200).



KERUGIAN YANG TIMBUL JIKA TIDAK ADA UJIAN

     Allah Ta’ala berkuasa atas segala sesuatu. Namun orang-orang yang tidak mengalami goncangan dan cobaan, lihatkah bagaimana keadaan mereka. Mereka benar-benar tenggelam dalam dunia dan dalam keinginan-keinginan duniawi. Kepala mereka tidak menegadah ke atas. Setelah melupakan­Nya, mereka tidak ingat lagi akan Allah. Inilah orang-orang yang telah menyia-nyiakan potensi-potensi berderajat tinggi, dan sebaliknya justru yang mereka dapatkan adalah hal-hal yang hia, sebab kemajuan iman dan irfan menimbulkan sarana-sarana (penyebab-penyebab)  kenyamanan dan ketentraman bagi manusia.
     Namun disayangkan, mereka bagai seorang anak kecil yang senang terhadap bara api, akan tetapi tidak tahu-menahu tentang dampak bahayanya. Tetapi orang-orang yang memperoleh karunia Allah Ta’ala, dan orang-orang yang menjadi kaya dari segi iman dan keyakinan, mereka  mengalami cobaan.
     Orang-orang yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah mengalami cobaan apa pun, berarti mereka itu bernasib malam. Dengan hidup di dalam kesenangan dan kenikmatan, mereka menjalani kehidupan binatang. Mereka punya lidah, tetapi mereka tidak dapat mengatakan kebenaran. Puji dan sanjung terhadap Allah tidak mengalir dari lidah mereka, melainkan lidah mereka itu hanyalah untuk melontarkan kata-kata yang berkaitan dengan kefasikan dan keburukan, serta hanya untuk mengecap kenikmatan. Mereka punya mata, tetapi mereka tidak dapat melihat penampakan qudrat-qudrat [Ilahi], melainkan mata mereka itu hanyalah untuk berbuat buruk saja.
     Lalu, dari mana datangnya kebahagiaan serta kenyamanan yang mereka peroleh itu? Kalian jangan beranggapan bahwa seseorang yang mengalami kedukaan dan kesedihan berarti dia itu bernasib malang. Tidak. Allah mencintai orang itu. Seperti sebelum membubuhkan ramuan obat pada luka adalah penting agar luka itu terlebih dulu dibersihkan dan dirapikan.
      Ringkasnya, di dalam fitrat manusia  ini merupakan suatu hal yang telah ditanamkan, dari itu Allah Ta’ala membuktikan apa sebenarnya hakikat dunia dan apa  saja bala musibah yang terjadi di dalamnya.  Di dalam masa-masa sulit (musibah) itulah tampak zahir pengaruh dan sifat-sifat ajaib dari doa-doa. Dan pada hakikatnya hanya melalui doalah Tuhan kita dapat dikenali.” (Malfuzat, jlid. III, hlm. 200-201).


TUHAN YANG MENJAWAB DAN BERKATA-KATA HANYA
DIPAPARKAN OLEH ISLAM


      Dari sekian banyak umat manusia di dunia, umat mana pun tidak percaya terhadap Tuhan yang memberi jawaban dan yang mendengar doa-doa. Apakah ada seorang Hindu yang dengan duduk di depan batu, atau dengan berdiri di depan pohon, atau di hadapan sapi – sambil mengatupkan telapak tangan – dapat mengatakan bahwa, “Tuhan-ku adalahg tuhan yang apabila aku panjatkan doa kepada-Nya maka Dia akan menjawab” ? Sama sekali tidak.
     Apakah seorang Kristen dapat mengatakan, “”Aku mempercayai Yesus sebagai  tuhan. Dia mendengar doaku dan memberikan jawaban”? Sama sekali tidak. Tuhan Yang berkata-kata hanyalah Tuhan Islam yang dipaparkan oleh Al-Quran, yaitu Tuhan yang telah berfirman: "Ud'uunii astajib lakum – “dpanggillah Aku maka Aku akan memberi jawaban kepada kalian.” (Al-Mu’min, 61).  Ini adalah suatu hal yang sungguh benar. Seseorang yang beriman kepada Allah Ta’ala dengan kelbu bersih, lalu sampai jangka masa tertentu dia berusaha gigih dan terus-menerus memanjatkan doa, maka akhirnya pasti dia akan memperoleh jawaban atas doa-doanya itu.
      Di satu tempat dalam Al-Quran Syarif, mengenai orang-orang yang menyembah anak sapi dan menjadikan anak sapi itu sebagai berhala, dikatakan: "Allan yarji'u ilaihim qaulaa – [anak sapi itu] tidak dapat memberi jawaban kepada mereka" (Thaa haa, 90). Dari itu dengan jelas diketahui bahwa tuhan-tuhan yang tidak memberi jawaban adalah “anak sapi” itulah.
     Saya berkali-kali telah menanyakan kepada orang-orang Kristen, “Jika tuhan kalian itu adalah tuhan yang mendengarkan doa-doa dan memberi jawaban atas doa-doa itu, nah coba tunjukkan, dengan siapa tuhan itu berkata-kata? Kalian menyebut Yesus itu sebagai tuhan, cobalah panggil dia dan buktikan."
 Saya katakana dengan pendakwaan, bahwa jika segenap warga Kristen bersatu-padu lalu memanggil Yesus, dipastikan bahwa dia tidak akan memberi jawaban apa pun,  sebab  dia sudah wafat.” (Malfuzat, jld. III, hlm. 201).


(201-203)


TATAKRAMA DOA

 ”Doa adalah sesuatu yang sangat unik, tetapi disayangkan bahwa orang-orang yang memanjatkan doa bukan mengetahui tata-krama doa, dan bukan pula orang-orang yang memanjatkan doa pada zaman ini mengetahui cara-cara yang darinya dapat diperoleh  pengabulan doa, bahkan pada dasarnya   mereka benar-benar telah jauh dari hakikat doa.
   Sebagian orang ada yang mengingkari doa secara keseluruhan, dan ada yang bukan mengingkarinya   namun keadaan mereka telah lebih buruk dari keadaan para pengingkar doa. Dikarenakan, mereka tidak mengetahui tata-krama doa, maka doa mereka tidak dikabulkan,  dan juga dikarenakan doa itu pada arti yang sebenarnya bukanlah hanya sekedar berdoa (meminta). Keadaan amal (perbuatan) mereka menyeret orang lain kepada atheisme.
Untruk suatu doa, hal diperlukan adalah bahwa  orang yang memanjatkan doa hendaknya sampai kapan pun jangan mereka ledih dan putus  asa serta janganlah berprasangka buruk terhadap Allah Ta’ala, bahwa doa itu tidak dikabulkan. Kadang-kadang tampak bahwa seseorang memanjatkan doa begitu hebatnya, bahwa sudah hampir tiba saatnya doa  itu dikabulkan, ternyata si pemanjat doa itu   merasa letih dab putus asa.
Untuk keterkabulan doa,  hal pertama  yang diperlukan adalah bahwa si pemanjat doa hendaknya sampai kapan pun jangan merasa letih dan putus asa, serta janganlah berprasangka buruk terhadap Allah Ta’ala bahwa doa itu tidak dikabulkan. Kadang-kadang tampak bahgwa seseorang memanjatkan doa begitu hebatnya bahwa sudah hamper tiba saatnya doa itu akan dikabulkan, ternyata si pemanjat doa itu langsung merasa letih sehingga  mengakibatkan kegagalan dan ketidak-berhasilan baginya.  
     Kegagalan itu   membawa pengaruh buruk sedemikian rupa, sehingga orang itu mulai mengingkari kemanjuran doa serta lambat-laun  dia akan sampai pada suatu tahap dimana dia pun akan mengingkari Tuhan.  Dia mulai mengatakan bahwa, "Seandainya Tuhan itu ada dan mengabulkan doa, maka kenapa Dia tidak mengabulkan doa-doa yang telah kupanjatkan sejak sekian lama ini?"
      Namun orang-orang yang berpendapat demikian serta yang telah terkecoh seperti itu, seandainya mereka merenungkan akan ketidak-teguhan dan ketidak-tetapan hatinya, maka dia akan mengetahui bahwa seluruh kegagalan tersebut adalah karena ketergesaan dan ketidak-sabarannya sendiri. Yaitu hal-hal………
Doa-doa pada hakikatnya sangat patut dihargai, dan orang-orang yang memanjatkan doa pada akhirnya akan berhasil. Yaa, ini merupakan suatu kebodohan dan kelancangan bahwa manusia ingin berperang melawan kehendak Allah Ta'ala. Misalnya [seseorang] berdoa supaya matahari terbit pada permulaan malam.
 Doa-doa semacam itu termasuk di dalam   kelancangan. Orang itu akan menanggung kerugian dan senantiasa gagal, yang selalu takut dan yang menghendaki [pengabulan doa] sebelum saatnya.  Misalnya sepuluh hari setelah diadakan perkawinan, jika seandainya suami istri menginginkan pada saat itu juga agar anaknya lahir  maka betapa hal itu merupakan suatu kebodohan. Pada saat itu darah janin dan embriyo pun belum dia miliki. Demikian pula halnya orang yang tidak memberi kesempatan bagi tanaman untuk berkembang, maka dia tidak memberikan peluang bagi tanaman tersebut untuk berbuah...
Orang-orang Islam sama-sekali tidak mengenali doa. Sebagian orang ada yang  karena kesialannya memperoleh kesempatan untuk berdoa, namun dikarenakan dia tidak bersabar serta istiqlal (teguh), maka setelah dia gagal dia masuk ke dalam golongan Sayyid Ahmad Khan --  bahwa doa tidak bermakna sama sekali.
Keterkecohan dan kesalahan seperti ini terjadi hanya karena ketidaktahuannya akan hakikatr doa. Setelah tidak melihat adanya pengaruh doa serta tidak terpenuhinya harapan-harapan mereka akan harta (uang), maka mereka bangkit mengatakan bahwa doa itu tidak akan ada artinya, dan mereka pun berpaling darinya.
      Doa adalah suatu pertalian yang sempurna antara Rabubiyat dan ‘ubudiyat. Seandainya pengaruh   doa tidak ada, maka akan sama saja artinya jika doa itu ada atau tidak.” (Malfuzat, jld. III, hlm. 203-204).



PENGABULAN DOA, BUKTI KUAT KEBERADAAN ALLAH TA’ALA

      Dalil kuat untuk mengenali Allah Ta’ala dan kesaksian besar atas keberadaan Wujud-Nya adalah, di tangan-Nya terletak ikhtiar untuk menghapuskan sesuatu dan untuk mengukuhkan, “Yamhullaahu maa-yasyaa-u wa yithbitu – ( Allah hapuskan apa yang Dia kehendaki dan Dia mengokohkan” – Ar-Ra’d, 40).
       Lihat, betapa hebat dan agungnya benda-benda langit, dan dengan menyaksikan keagungannya sebagian orang bodoh sujud menyembahnya. Dan mereka mengakui bahwa sifat-sifat ketuhanan terdapat di dalam benda-benda itu, misalnya orang-orang Hindu, atau  penyembah berhala lainnya, atau para penyembah api dan sebagainya, yang memuja matahari serta menganggap matahari sebagai tuhan mereka.
       Apakah mereka dapat mengatakan bahwa matahari terbit atau terbenam berdasarkan ikhtiar matahari sendiri? Sama sekali tidak. Dan kallau pun mereka mengatakan demikian, mereka tetap tidak dapat memberikan bukti akan hal itu. Silakan mereka berdoa kepada matahari memohon agar matahari suatu hari jangan terbit, atau supaya matahari itu terbenam di siang hari, sehingga dengan cara itu akan dapat diketahui bahwa  matahari itu memiliki ikhtiar dan kemauan sendiri.
      Terbit dan tenggelamnya matahari tepat pada waktu yang tertentu, dengan jelas menzahirkan bahwa matahari itu tidak memiliki ikhtiar dan kemauan sendiri. Dzat (Wujud)  yang memiliki kehendak sendiri baru dapat diketahui apabila doa dikabulkan, dan dapat melakukan apa yang ingin dilakukan, serta tidak melakukan sesuatu yang tidak ingin dilakukan.
      Ringkasnya, jika tidak ada pengabulan doa, maka banyak sekali keraguan yang dapat dan akan timbul mengenai Dzat Allah Ta’ala. Dan pada hakikatnya orang-orang yang tidak percaya pada pengabulan doa, mereka tidak memiliki suatu dalil apa pun mengenai Dzat Allah Ta’ala.  Akidah saya adalah, seseorang yang tidak percaya pada doa dan pada pengabulannya, dia akan masuk ke dalam neraka, sebab berarti dia itu tidak percaya kepada Allah.
Inilah cara untuk mengenali Allah Ta’ala, yakni terus menerus memanjatkan doa sampai Allah memenuhi kalbunya dengan keyakinan serta kepadanya datang suara, “Anal-Haqq” (Aku-lah Kebenaran).” (Malfuzat, jld. III, hlm. 204-205).


SYARAT PENGABULAN DOA ADALAH SABAR DAN ISTIQLAL

        “Memang tidak diragukan lagi bahwa untuk menempuh jenjang ini dan untuk mencapai tahap ini terdapat banyak sekali kesulitan dan penderitaan. Namun obat bagi semua itu adalah sabar dan istiqlal (teguh).
        Ingat, seorang manusia tidak akan pernah dapat mengambil berkat (manfaat) dari doa selama dia belum menerapkan batas kesabaran serta terus memanjatkan doa-doa dengan teguh. Jangan sekali-kali berprasangka buruk dan berpikiran buruk terhadap Allah Ta’ala. Bayangkan dan yakinilah bahwa Dia itu merupakan Pemilik segala qudrat dan kemauan. Kemudian terus­ meneruslah panjatkan doa dengan sabar. Akan tiba waktunya ketika Allah Ta’ala akan mendengar doa-doanya serta akan memberi jawabannya.
       Orang-orang yang mengunakan resep ini, mereka tidak akan pernah bernasib malang serta serta tidak akan pernah luput, melainkan pasti mereka berhasil dalam cita-cita  mereka. Qudrat dan kekuatan Allah Ta’ala tidak terhitung banyaknya. Bagi kesempurnaan manusia Dia menetapkan ketentuan untuk bersabar cukup lama. Jadi, Dia tidak mengubah ketentuan  itu. Dan orang yang menghendaki agar Allah mengubah ketentuan tersebut berarti di sisi Allah dia berbuat lancing dan beranai berbuat kurang ajar.
       Kemudian, ini pun hendaknya diingat. Sebagian orang bersikap tidak sabar, dan bagai tukang sihir mereka ingin agar segala sesuatu selesai (terjadi) dalam seketika. Saya mengatakan, jika ada yang bersikap tidak sabar maka sikap tidak sabar itu tidak akan mengganggu Allah Ta’ala. Justru dia sendiri yang akan rugi. Silahkan dia bersikap tidak sabar, dan lihatlah apa akibatnya.
       Saya tidak pernah dapat mempercayai hal-hal berikut ini, dan pada hakikatnya ini merupakan kisah-kisah-kisah dusta dan palsu, yakni bahwa faqir (petapa) tertentu dengan cara memberi jampi-jampi (mantera-mantera) langsung dapat menghasilkan sesuatu, atau menjadikan sesuatu. Hal itu bertentangan dengan sunnah Allah Ta’ala dan Quran Syarif, karena itu  yang demikian tidak pernah dapat terjacli seperti itu.
      Ukuran untuk mengambil keputusan mengenai wetiap perkara adalah Al-Quran. Lihat Hadhrat Yaqub a.s., ketika putera kesayangannya, Yusuf a.s., dipisahkan dari beliau karena kejahatan  saudara-saudaranya, maka sampai 40 tahun lamanya beliau terus­ menerus berdoa.  Jika beliau seorang yang terburu nafsu tentu tidak akan ada hasilnya. Selama 40 tahun beliau terus-menerus berdoa dan beriman  terhadap qudrat-qudrat Allah Ta’ala. Akhirnya setelah 40 tahun doa-doa itu membawa kembali Yusuf a.s.
      Dalam jangka masa yang panjang itu sebagian orang pencerca mengatakan kepada Hadhrat Yaqub a.s., “Engkau sia-sia saja mengingat Yusuf.” Namun beliau tetap mengatakan, “Aku mengetahui  sesuatu dari Tuhan, yang kalian tidak ketahui." jiMemang tidak diragukan lagi bahwa Hadhrat Yaqub a.s. tidak memperoleh kabar sedikit pun tentang Yusuf, namun beliau mengatakan, “ "Innii la-ajidu riiha yuusuf  (”sesungguhnya aku benar-benar mencium wangi Yusuf” – Yusuf, 95).
      Pertama-tama yang beliau ketahui hanyalah bahwa rangkaian doa yang beliau panjatkan sudah terlalu lama, dan jika Allah Ta’ala memang tidak ingin memenuhi  (mengabulkan) doa-doa tersebut tentu Dia segera memberitahukan jawabannya. Dengan demikian lamanya rangkaian doa itu merupakan dalil bagi pengabulan, sebab seorang yang pengasih tidak pernah membiarkan seorang pengemis duduk sampai sekian lama tanpa memberi apa-apa. Seorang yang kikir sekalipun tidak makan berbuat demikian.
      Seorang yang kikir jika melihat pengemis duduk sangat lama di depan pintunya, tentu akhirnya  ada saja yang akan dia berikan kepada pengemis itu.   Lamanya jangka masa  Hadhrat Yaqub a.s. memanjatkan doa-doa terbukti di dalam Quran Syarif dengan sendirinya dari ayat, “Wabyadhat ‘ainaahu” (dan memutihlah kedua matanya” – Yusuf, 85). .
        Ringkasnya, janganlah risau karena lamanya jangka masa ...............          ......... kesempurnaan setiap nabi, Allah Ta’ala telah  menetapkan cara-cara yang berbeda. bagi kesempurnaan Hadhrat Yaqub, Allah Ta’ala telah meletakkan beliau dalam kedukaan seperti itu.
     Kesimpulannya adalah, ini merupakan asas doa. Siapa saja yang tidak mengetahuinya maka dia berada dalam kondisi  berbagaya. Dan yang memahami asas ini hasil akhir yang dia peroleh baik dan beberkat.” (Malfuzat, jld. III. hlm. 205-207).


MUSIBAH DAN KEMAJUAN ORANG BERTAKWA

       Dan orang-orang yang menjalani hidup seperti hewan, tatkala Allah Ta’ala menangkap mereka maka Dia menangkap untuk mencabut nyawa. Namun tidak demikian kebiasaan-Nya bagi orang-orang mukmin. Akibat akhir dari penderitaan-penderitaan yang dialami orang mukmin adalah baik, dan akibat akhir [yang baik] hanyalah untuk orang mutaki. Sebagaimana difirmankan, “Wa ‘aaqibatul- muttaqiin (“dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa” – Al-Qashash, 84).
     Penderitaan-penderitaan dan musibah-musibah yang melanda orang-orang beriman, itu pun menjadi faktor kemajuan-kemajuan mereka, supaya mereka menjadi berpengalaman. Kemudian Allah Ta’ala akan memutarkan kembali hari-hari mereka, dan ini merupakan suatu ketentuan bahwa seseorang yang mengalami hari-hari penderitaan maka pada dirinya tidak  terdapat lagi gejala-gejala kehidupan hewani. Suatu maut (kematian) pasti melandanya, dan sesudah mengenali Tuhan maka kelezatan-kelezatan serta kenikmatan-kenikmatan yang tampak dalam kehidupan hewani tidak akan tersisa lagi, melainkan di dalam diri orang-orang itu timbul kebencian dan ketidaksukaan terhadap kelezatan-kelezatan hewani tersebut. Di dalam diri mereka mengerahkan perhatian ke arah kebaikan-kebaikan menjadi suatu kebiasaan yang tidak sulit. Rasa berat dan sulit yang  timbul sebelumnya untuk melakukan kebaikan-kebaikan tidak tersisa lagi. .
      Jadi, lihatlah, selama masih ada maksud-tujuan yang bercampur dengan dorongan-dorongan nafsu, selama itu pula Allah memisahkan mereka dengan suatu hikmah tertentu. dan ketika mereka kembali (bertaubat) maka kondisi tersebut tidak lagi demikian.
     Jangan pernah melupakan hal ini, bahwa dunia hanyalah untuk beberapa hari saja dan akhirnya akan kembali kepada Allah juga. Pekerjaan kita tidaklah sekedar untuk makan dan minum srta  menjalani hidup seperti hewan. Manusia membawa banyak sekali tanggung-jawab besar, oleh karena itu hendaknya dipikirkan mengenai akhirat. Persiapan untuknya adalah penting.
       Penderitaan-penderitaan yang timbul dalam  melakukan persiapan untuk itu janganlah dipahami dalam bentuk kesusahan dan penderiataan, melainkan hal itu dikirim oleh Allah Ta’ala kepada mereka guna memberikan cicipan kedua surga, “Wa liman khaafa maqaama rabbihii jannataan (“dan bagi orang yang takut maqam Tuhannya terdapat dua surga” – Ar-Rahmaan, 47). Musibah-musibah itu datang guna mengeluarkan hal-hal sementara yang dibuat-buat dan terpaksa..... 
     Sayyid Abdul Qadir Jailani juga di suatu bukunya menulis, bahwa tatkala seorang mukmin ingin menjadi mukmin [hakiki] maka pasti kedukaan dan cobaan melanda dirinya. Dan hal itu melandanya sedemikian rupa, sehingga dia menganggap dirinya sudah mendekati maut (kematian). Kemudian, tatkala dia mencapai kondisi itu maka rahmat Ilahi bergejolak dan memerintahkan, “Qulnaa: Yaa-naaru kuuni bardan- wasalaaman (“Kami berfirman: Hai api jadilah engkau dingin dan keselamatan” – Al-Anbiya, 70). iInilah yang terakhir dan yang sebenarnya...” (Malfuzat, jld. III, hlm. 207­-208).


(208-218)



MAKNA HADHRAT MASIH MAU’UD MENGENAKAN DUA KAIN KUNING

    “Arti dua kain kuning, kalau memang demikian seperti yang diuraikan oleh penentang saya, lalu apa bedanya antara Al-Masih dan para yogi Hindu?
     iSebenarnya kain Allah itu mengandung makna tersendiri, dan maknanya adalah apa yang telah dibukakan Allah Ta’ala kepada saya. Yakni makna “dua kaum kuning” itu adalah dua macam penyakit yang saya derita.” (Malfuzat, jld. III, hlm. 218). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar

Ahmadiyah